[PDF] Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial





Previous PDF Next PDF



MANUSIA DAN KEPRIBADIANNYA

114-125). Teori kepribadian berdasar pen- dekatan sosial psikologis juga diajukan oleh Erich Fromm seorang psikolog dan sosiolog yang lahir di Frankfurt 



PSIKOLOGI DAN KEPRIBADIAN MANUSIA: Perspektif Al-Quran

The development of human personality through comprehensive Islamic education will guide. Page 2. Aat Hidayat. 468. Jurnal Penelitian Vol. 11



KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM

teori kepribadian manusia dalan Psikologi modern dengan teori kepribadian yang ada dalam Journal of Humanistic Psychology sebagai pendiri mazhab psikologi.



Psikologi Kepribadian dalam Pendidikan di Sekolah

9 Jul 2023 Karakteristik Manusia. Psikologi kepribadian mengungkapkan karakteristik manusia dengan cara melakukan pencatatan mengenai karakter manusia ...



CITRA DAN KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF CITRA DAN KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF

29 Jul 2020 Septi Gumiandari dalam jurnal “Dimensi Spiritual dalam Psikologi ... Perbedaan lainnya dalam perspektif psikologi Barat kajian kepribadian ...



BAB II KAJIAN TEORI A. Tipe Kepribadian 1. Pengertian

Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir mengelompokkan kepribadian manusia memandang dari sudut keimanan setiap insan ...



Kepribadian dan Emosi

Agar dapat memahami kepribadian manusia secara tepat dan mendalam kita harus Psikologi Kepribadian. UMM Press. Burger



PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MANUSIA

“Kepribadian Manusia dalam Perspektif. Psikologi Islam (Telaah Kritis Atas Psikologi Kepribadian. Modern).” Holistik: Journal for Islamic Social Sciences 12 (1):.



Psikoanalisis Sigmund Freud dan Implikasinya dalam Pendidikan

hakikat dan perkembangan kepribadian manusia. Struktur Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan Filsafat. Psymathic: Jurnal Imiah Psikologi 2(2)



MANUSIA DAN KEPRIBADIANNYA

Dati kajian hermeneu· tis atas berbagai pandangan filosofis bentukan kepribadian manusia Indone- ... kepada kemajuan teori sosial psikologis.





KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM

Bagaimana konsep kepribadian manusia dalam locus Psikologi. 1. Modern ? Bagaimanakah kritik Islam terhadap teori kepribadian. 2. Psikoanalisis ? Bagaimanakah 



PSIKOLOGI DAN KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF

provided by Hikmah Journal of Islamic Studies dimensi-dimensi psikologis dan kepribadian manusia menurut al-. Qur`an. Dari pemaparan nanti diharapkan ...



DINAMIKA KEPRIBADIAN MENURUT PSIKOLOGI ISLAMI

Jurnal Ummul Qura Vol VI No 2



CITRA DAN KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF

29 Jul 2020 https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/syifa-al-qulub. CITRA DAN KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI. BARAT DAN PSIKOLOGI ISLAM.



Psikoanalisis Sigmund Freud dan Implikasinya dalam Pendidikan

Struktur Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan Filsafat. Psymathic: Jurnal Imiah Psikologi 2(2)



Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial dinamika psikologis pada masa-masa kritis perkembangan manusia yaitu masa remaja.



BAB II KAJIAN TEORI A. Tipe Kepribadian 1. Pengertian

Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang perilaku manusia yang pembahasannya



TIPE KEPRIBADIAN PADA REMAJA DENGAN CYBERBULLYING

Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental 3. Novendy

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial

http://url.unair.ac.id/9a92e446 e-ISSN 2301-7074

ARTIKEL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA YANG

MENGALAMI PERCERAIAN ORANGTUA

Sih Rineksa W. N. dan Achmad Chusairi, M.Psi.*

Departemen Psikologi Kepribadian dan Sosial, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

ABSTRAK

Tingginya angka perceraian di Jawa Timur dan berbagai permasalahan yang dialami remaja dari keluarga yang bercerai menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan resiliensi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan responden 71 remaja (32 laki-laki, 39 perempuan) berusia 13-22 tahun yang memiliki pengalaman orangtua yang bercerai. Alat pengumpulan data berupa Skala Konsep Diri berjumlah 36 aitem, dan Reciliency Attitudes and Skill Profile (RASP). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan resiliensi (r = 0.333, p = 0.005). Dimensi harapan dan penilaian diri memiliki hubungan dengan resiliensi sedangkan pengetahuan tidak memiliki hubungandengan resiliensi. Penelitian ini juga mendeskripsikan perbedaan skor resiliensi berdasarkan variasi usia perkembangan, status pendidikan atau pekerjaan, dan rentang waktu setelah perceraian orangtua. Kata kunci: konsep-diri, perceraian orangtua, remaja, resiliensi

ABSTRACT

The high number of divorce in East Java and many problems experienced by the adolescents of parental divorce were the background of this research. This study aims to determine whether there are correlations between self-concept and resilience among adolescents who experienced parental divorce. This quantitative research was conducted on

71 adolescents (32 boys and 39 girls) of age 13-22 years whose experience of parental divorce.

The data collection instruments were Self-Concept Scale composed of 23 items, and the Resiliency Attitudes and Skill Profile (RASP). The result shows the correlation between self- concept and resilience (p = 0.005, r = 0.333). Hope and evaluation of self have significant positive relationship with resilience while knowledge did not. This study also describe the difference of resilience scores by the variation of developmental age, academic or work status, and interval time after parental divorce. Key words: adolescent, parental divorce, resilience, self-concept *Alamat korespondensi: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Kampus B Universitas Airlangga Jalan Airlangga 4-6 Surabaya 60286. Surel: achmad.chusairi@psikologi.unair.ac.id Naskah ini merupakan naskah dengan akses terbuka dibawah ketentuan the

Creative Common Attribution License

(http://creativecommons.org/licenses/by/4.0), sehingga penggunaan, distribusi, reproduksi dalam media apapun atas artikel ini tidak dibatasi, selama sumber aslinya disitir dengan baik. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami

Perceraian Orangtua 2

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial

Tahun 2017, Vol. 6, 1 - 11

PENDAHULUAN

Angka perceraian di Indonesia tergolong tinggi dan terus meningkat pada tahun- tahun terakhir (Sasongko, 2014). Menurut data dari artikel Angka Perceraian di Jawa Timur Capai 100 ribu Kasus, dapat disimpulkan bahwa angka perceraian di Jawa Timur cukup tinggi dengan total 81.672 pada tahun 2014 (Arifin, 2015). Sama halnya dengan perpisahan dan perceraian secara hukum, perpisahan non-legal juga memiliki dampak-dampak negative pada berbagai konteks, termasuk pada anak yang lahir dalam pernikahan tersebut (Sember, 1968). Peristiwa perceraian orangtua membawa dampak sepanjang rentang kehidupan seorang anak (Amato, 1994; Fagan & Churchill, 2012; Whitton, 2008), meski demikian, dinamika psikologis pada masa-masa kritis perkembangan manusia yaitu masa remaja, tidak dapat diabaikan (Kelly & Emery, 2003; Amato, 1994). Elizabeth B. Hurlock (1980) menjelaskan masa remaja sebagai usia dimana baik laki-laki maupun perempuan memiliki masalah yang sulit diatasi, karena selama masa kanak-kanak, permasalahan yang mereka hadapi seringkali diselesaikan oleh orangtua dan guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman mengatasi permasalahan. Karatas dan Cakar (2011) juga menyebutkan bahwa masa remaja pada umumnya ditandai dengan periode depresi, kemarahan, konflik, dan keprihatinan yang intens dan direspon secara ekstrim. Salah satu faktor depresi pada remaja bersumber dari keluarga. Faktor-faktor tersebut meliputi: orangtua yang menderita depresi, orangtua yang tidak terikat secara emosi, orangtua yang mengalami konflik perkawinan, dan orangtua yang mengalami masalah finansial (Santrock, 2011). Dengan kata lain, kondisi keluarga yang diwarnai konflik dan tidak bahagia menyebabkan remaja memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami depresi. Dampak perceraian orangtua bagi anak dan remaja bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat, tidak tampak hingga tampak, dan dalam jangka waktu singkat hingga jangka panjang (Amato, 1994; Whitton, 2008; Fagan & Churchill, 2012), namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa orang berhasil melewati masa-masa sulit pasca perceraian orangtua, bangkit dari keterpurukan, bahkan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Kelly & Emery, 2003; Chen & George; Werner, 2005). Menurut Chen dan George (2005), yang menjadi faktor kunci dalam kemampuan adaptasi anak adalah resiliensi. Wolin dan Wolin (1993) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk bangkit dari kemalangan, beradaptasi dengan baik dalam berbagai permasalahan, menahan kesulitan, dan memperbaiki diri sehingga memiliki kepandaian dan kekuatan yang lebih. Individu yang resilien dapat melambung dan mengembangkan kompetensi social dan akademik, sekalipun dalam tekanan yang berat. Resiliensi bukanlah sifat yang dibawa individu sejak lahir melainkan hasil interaksi dari berbagai faktor yang oleh beberapa ahli digolongkan sebagai faktor protektif dan faktor risiko (Rutter, 2006; Luthar dkk., 2000; Werner, 2005). Faktor protektif adalah pengaruh yang memodifikasi, memperbaiki, atau merubah respon seseorang terhadap bahaya lingkungan atau situasi yang tidak menguntungkan (Rutter, Resilience in the Face of Adversity, 1985). Faktor protektif resiliensi terdiri dari faktor protektif internal dan eksternal. Faktor internal yang ada dalam diri subjek adalah, subjek memiliki perasaan dicintai dan mampu mencintai orang lain, subjek mampu berempati, dan memiliki keyakinan dan harapan yang besar akan kehidupannya di masa yang akan datang (Swastika,

2009). Faktor protektif yang disebutkan oleh Zolkoski dan Bullock (2012) antara lain

karakteristik individu yang meliputi regulasi diri dan konsep diri, kondisi keluarga, dan dukungan masyarakat. Sejalan dengan hal itu, Richmond dkk. (dalam Wagnaild & Young,

1993) menyatakan bahwa resiliensi dapat dipengaruhi kedisiplinan diri, rasa ingin tahu,

harga diri, dan konsep diri. Beberapa penelitian mendukung bahwa pandangan remaja tentang diri dan identitasnya merupakan salah satu faktor yang memiliki peran dalam Hubungan Antara Konsep Diri dengan Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami

Perceraian Orangtua 3

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial

Tahun 2017, Vol. 6, 1 - 11

pencapaian resiliensi (Zolkoski & Bullock, 2012; Beardslee & Podorefsky, 1988; Werner,

2005).

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut (Beardslee & Podorefsky, 1988; Chen & George, Werner, 2005; Crawford, Rutter, 2006; Zolkoski & Bullock, 2012) dapat diketahui bahwa pencapaian resiliensi didukung oleh proses pembentukan konsep diri. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), konsep diri adalah gambaran mental individu tentang dirinya sendiri, segala yang terlintDzdzǡǡ pengharapan, dan penilaian tentang diri. Konsep diri terbentuk dari interaksi antara manusia dengan lingkungannya yaitu orangtua, teman sebaya, dan masyarakat sebagai sumber informasi (Calhoun & Acocella, 1990). Menurut Calhoun dan Accocella (1990), individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuannya sesuai realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk tercapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah sebuah penemuan. Individu yang memiliki konsep diri positif cenderung adaptif karena mampu terbuka terhadap pengalaman dan realitas yang baik dan yang buruk bukan sebagai ancaman, dan kemudian ditanggapi secara fleksibel. Respon positif terhadap situasi baru, kemampuan adaptasi terhadap stres, dan pandangan positif tentang kehidupan inilah yang menjadi faktor protektif resiliensi pada lingkup internal (Garmezy, 1985;

Masten, 1990).

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana pencapaian resiliensi pada remaja yang mengalami perceraian orangtua terkait dengan proses pembentukan konsep diri pada masa remaja. Argumentasi penelitian ini bahwa pembentukan konsep diri ke arah positif dapat mendukung pencapaian resiliensi, sedangkan pembentukan konsep diri yang negatif justru menghambat kemampuan resiliensi. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan antara konsep diri yang terdiri dari tiga dimensi yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian; dengan tingkat resiliensi pada remaja yang mengalami perceraian orangtua.

METODE

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsep diri. Yang dimaksud dengan konsep diri dalam penelitian ini adalah pandangan mengenai diri sendiri, mencakup keyakinan, pengetahuan, pengharapan, dan penilaian terhadap diri sendiri yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain (Calhoun & Acocella, 1990). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah resiliensi. Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk bangkit dari kemalangan, beradaptasi dengan baik dalam berbagai permasalahan, menahan kesulitan, dan memperbaiki diri sehingga memiliki kepandaian dan kekuatan yang lebih. Individu yang resilien dapat melambung dan mengembangkan kompetensi social dan akademik, sekalipun dalam tekanan yang berat (Wolin & Wolin, 1993). Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 13-

22 tahun yang memiliki orangtua kandung yang bercerai, dan berdomisili di Malang.

Pemilihan populasi penelitian di Kota Malang karena data-data yang menunjukkan bahwa Kota Malang memiliki angka perceraian yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Satrio,

2016), sedangkan angka perceraian se-Malang Raya (Kota dan Kabupaten Malang)

menempati peringkat tertinggi di Jawa Timur dan peringkat kedua di Indonesia, setelah

Inderamayu (Anwar, 2016).

Sampel diperoleh dengan cara melakukan penyaringan terhadap data diri dan data keluarga yang dilampirkan pada saat pengisian kuesioner. Data keluarga mencakup pertanyaan mengenai status pernikahan orangtua, jenis perceraian orangtua (legal atau non-legal), tahun perceraian orangtua, ada tidaknya konflik dalam keluarga, dan ada tidaknya orangtua yang meninggal dunia. Data tersebut yang digunakan untuk menentukan Hubungan Antara Konsep Diri dengan Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami

Perceraian Orangtua 4

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial

Tahun 2017, Vol. 6, 1 - 11

responden mana yang memenuhi kriteria penelitian, sehingga data kuesionernya dapat dianalisis. Data dari responden yang tidak mengisikan data perceraian orangtua selanjutnya dieliminasi (tidak diteliti). Dari hasil pengumpulan data berupa kuesioner cetak dan kuesioner online menggunakan aplikasi Google Form, diperoleh sebanyak 71 responden (32 laki-laki dan 39 perempuan) yang datanya memenuhi kriteria untuk dianalisis. Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala konsep diri dan skala resiliensi. Kedua skala tersebut dibuat dengan model Likert yang diukur melalui kontinum 1 sampai

4. Pada masing-masing skala terdapat 4 alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S

(Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Skala konsep diri yang digunakan disusun oleh peneliti berdasarkan tiga dimensi konsep diri yang dijelaskan oleh Calhoun dan Acoccella (1993) yaitu dimensi pengetahuan, harapan, dan penilaian.Skala konsep diri terdiri dari 23 aitem final dengan koefisien reliabilitas 0.833 dan telah memenuhi kriteria validitas masing-masing aitem dengan korelasi item dan total skor di atas 0.25. Pengukuran resiliensi menggunakan skalaReciliency Attitudes and Skill Profile (RASP) yang diterjemahkan dari Therapeutic Recreation Journal. Jurnal tersebut ditulis oleh Karen P. Hurtes dan Lawrence R. Allen (2001) dengan judul Measuring Resiliency in Youth: The Resiliency Attitudes and Skill Profile. Skala RASP disusun berdasarkan hasil analisis kualitatif yang dilakukan oleh Wolin dan Wolin (1993), yang mengidentifikasi karakteristik- karakteristik berikut sebagai individu yang resilien: insight, independence, creativity, humor, initiative, relationships, dan value orientation (morality). Aitem final berjumlah 31 aitem dengan koefisien reliabilitas 0.838. Teknik analisis data yang digunakan disesuaikan dengan tujuan untuk melihat hubungan antara konsep diri dengan resiliensi, menggunakan analisis korelasi product moment dengan teknik Pearson Correlation, yang dalam proses penghitungannya dibantu dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Data menunjukkan rerata skor konsep diri dan resiliensi dari 71 responden. Berdasarkan penghitungan norma alat ukur, sebanyak 5.6% responden (n = 4) memiliki skor konsep diri pada kategori Sangat Positif, 69% tergolong Positif (n =

49), dan 25.3% berada pada kategori Cukup (n = 18). Hasil ini menunjukkan bahwa

dari seluruh responden tidak ada yang memiliki konsep diri negatif. Hal ini berarti responden memiliki pandangan yang jelas mengenai diri sendiri, memiliki keyakinan, pengetahuan, pengharapan, dan penilaian yang cenderung positif terhadap dirinya (Calhoun & Acocella, 1990). Pada pengukuran resiliensi, sebanyak

12.6% responden (n = 9) memperoleh skor Sangat Tinggi, 60.6% responden (n = 43)

memperoleh skor Tinggi, dan 26.8% (n = 19) berada pada kategori Sedang. Hal ini berarti secara keseluruhan, responden dalam penelitian ini telah mampu dan cukup mampu untuk bangkit dari kemalangan, beradaptasi dengan baik dalam berbagai permasalahan, menahan kesulitan, dan memperbaiki diri sehingga memiliki kepandaian dan kekuatan yang lebih (Wolin & Wolin, 1993). Hubungan Antara Konsep Diri dengan Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami

Perceraian Orangtua 5

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial

Tahun 2017, Vol. 6, 1 - 11

Analisis deskriptif variabel resiliensi berdasarkan usia menunjukkan bahwa rata-rata skor resiliensi remaja awal dan remaja madya berada pada kategori Sedang, dan remaja akhir berada pada kategori Rendah. Rerata skor resiliensi remaja awal lebih tinggi daripada remaja madya, dapat disimpulkan bahwa skor resiliensi pada pengukuran ini menurun seiring bertambahnya usia subjek. Analisis Deskriptif Variabel Resiliensi berdasarkan Status menunjukkan bahwa ketujuh puluh satu subjek, baik yang duduk di bangku SMP, SMP, Kuliah, maupun bekerja, memiliki rerata skor yang berada pada kategori Sedang. Kelompok subjek SMP memiliki rerata skor resiliensi tertinggi sedangkan subjek yang bekerja memiliki rerata paling rendah. Analisis Deskriptif Variabel Resiliensi berdasarkan Rentang Waktu menunjukkan bahwa remaja yang mengalami perceraian orangtua antara 2 hingga 6 tahun sebelum dilakukannya survey memiliki rerata skor resiliensi lebih rendah daripada yang orangtuanya bercerai pada rentang usia 7 Ȃ 11 tahun. Sedangkan kelompok subjek yang mengalami perceraian orangtua pada waktu yang lebih lama yaitu 12 Ȃ 16 tahun, memiliki rerata skor resiliensi yang berada pada kategori tinggi. Tabel 1. Hasil Uji Korelasi Variabel Konsep Diri dan Resiliensi

TotalKonsepDiri

TotalResiliensi Pearson

Correlation

0,333

Sig. (2-tailed) 0,005

N 71 Hasil uji signifikansi pada table di atas adalah 0.005, artinya Sig. < 0.05 maka korelasi antara kedua variabel signifikan. Koefisien korelasi dari kedua variabel adalah 0,333. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antar variabel adalah sedang. Arah hubungan antara variabel konsep diri dan resiliensi adalah positif, ditunjukkan dengan nilai positif pada koefisien korelasi. Hal ini berarti tiap-tiapquotesdbs_dbs22.pdfusesText_28
[PDF] jurnal tenaga kerja pdf

[PDF] jurnal tentang kepribadian pdf

[PDF] jurnal teori belajar kognitif

[PDF] jurnal teori humanistik pdf

[PDF] jurnal upah minimum pdf

[PDF] jurnal upah tenaga kerja

[PDF] jury agregation mathématiques

[PDF] jury ena 2017

[PDF] jusqu'? quel age peut on avoir des bouffées de chaleur

[PDF] justiciabilité des droits économiques sociaux et culturels

[PDF] justificatif d'inscription université

[PDF] justificatif de durée d'études

[PDF] justificatif de durée d'études c est quoi

[PDF] justificatif de durée d'études exemple

[PDF] justificatif de ressources étudiant étranger