[PDF] pajak daerah dan retribusi daerah dalam perspektif otonomi di





Previous PDF Next PDF



DASAR HUKUM JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DASAR HUKUM JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

1. UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari UU. No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;. 2. PP 



pedoman umum pajak daerah dan retribusi daerah pedoman umum pajak daerah dan retribusi daerah

15/PUU-XV/2017 alat berat tetap dapat dikenakan pajak. Namun dasar hukum pengenaan pajak terhadap alat berat itu bukan karena alat berat merupakan bagian dari 



PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Sebelumnya Undang-Undang Nomor 28. Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut menjadi landasan hukum dalam pemungutan PDRD yang 



Untitled

Perungutan pajak. Dasar hukum pajak daerah. Masa pajak & retribusi daerah. 14. 17. 19. Bagaimana cara pendaftarannya. Sistem pemungutan pajak daerah. 21. 22.



NO 49 TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH

c. dokumen sebagai dasar penagihan piutang Retribusi daerah tidak ditemukan disebabkan force majeure; d. hak Daerah untuk melakukan penagihan piutang tidak 



TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang. Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Dasar Hukum. Peraturan Daerah Kota ...



BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN

pemungut pajak daerah dan retribusi daerah yang memiliki dasar hukum pedoman



ANALISIS DAN EVALUASI TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSI

yang memberikan kontribusi bagi daerah adalah Pajak Daerah dan Retribusi. Daerah. A.1. Perkembangan Dasar Pengaturan Pajak. Pembangunan hukum merupakan suatu 



BUPATI SIKKA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara. Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai.



Salinan-UU-Nomor-1-Tahun-2022.pdf

5 Jan 2022 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu disempurnakan sesuai dengan ... Retribusi dasar pengenaan Pajak



DASAR HUKUM JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Undang (UU). DASAR HUKUM. 1. UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari UU. No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;.



PAJAK RESTORAN A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Walikota Singkawang Nomor 10 Tahun. 2012 Tentang Pemungutan Pajak 



ANALISIS DAN EVALUASI TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSI

yang memberikan kontribusi bagi daerah adalah Pajak Daerah dan Retribusi. Daerah. A.1. Perkembangan Dasar Pengaturan Pajak. Pembangunan hukum merupakan suatu 



Tulisan Hukum TAHUN 2018

1 https://guruppkn.com/dasar-hukum-otonomi-daerah. 2 https://pajakbumidanbangunan.wordpress.com/2015/03/18/pajak-pendapatan-asli-daerah-dan-retribusi-.



inpa - pemerintahan kota balikpapan badan pengelola pajak daerah

31 déc. 2018 18. Penyempurnaan produk hukum Daerah Terkait pajak daerah dan retribusi daerah ;. 19. Penyempurnaan System Tata kerja dan Hubungan kerja;.



Untitled

RANCANGAN PERATURAN DAERAH. TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH. A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan.



Untitled

28 nov. 2019 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55. Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum.



pajak daerah dan retribusi daerah dalam perspektif otonomi di

Reformasi dalam peraturan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah di Indonesia perlu dilakukan agar memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan hasilnya dapat 



Pajak Daerah

Dasar Hukum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.



PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH

Selain karena kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjamin terselenggaranya pelayanan publik yang menjadi kewenangannya pada akhirnya pengelolaan parkir yang 

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

DALAM PERSPEKTIF OTONOMI

DI INDONESIA

ABDUL KADIR

i

KATA SAMBUTAN

ii

KATA PENGANTAR

\DQJ EHUMXGXO ³ ´G iii iv

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : PAJAK DAERAH

v

BAB III : RETRIBUSI DAERAH

BAB IV : OTONOMI DAERAH

BAB V : PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB VI : INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI PAJAK DAERAH

DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB VII : PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif

Otonomi di Indonesia

PendahuluanYXX1

BAB I

PENDAHULUAN

engawali pemahaman terhadap peran dan keberadaan pajak daerah dan retribusi daerah dalam perspektif otonomi daerah di Indonesia erat kaitannya dengan hubungan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini dapat terlihat dari berbagai aspek dan faktor- faktor dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan secara nasional dan regional yang pada hakekatnya adalah tonggak fundamental kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, tugas pelayanan kepada masyarakat melalui pembangunan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pembiayaan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya implementasi otonomi daerah di Indonesia, yaitu mulai tanggal 1 Januari 2001. Adanya otonomi daerah diharapkan dapat memacu daerah untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluarannya. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah, maka dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menetapkan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi masing- masing daerah. Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini pajak daerah dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Sejak tahun 1948 berbagai Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah telah M Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif

Otonomi di Indonesia

PendahuluanYXX2

menempatkan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah, bahkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1974, pajak daerah dan retribusi daerah dimasukkan menjadi

pendapatan asli daerah1. Otonomi daerah dan desentralisasi, memberi peluang kepada daerah untuk menyelenggarakan perekonomian secara otonom dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangannya sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta antara Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mempunyai prasyarat dalam pemerintahan2. Untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah dan DPR sejak lama telah mengeluarkan undang-undang sebagai dasar hukum yang kuat. Selain itu, peraturan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan penjajah Belanda masih ada yang tetap digunakan sampai dengan tahun 1997. Hal ini terjadi karena ketentuan peralihan Undang- Undang Dasar 1945 memungkinkan penerapan peraturan perundang- undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru. Hanya saja, mengingat perkembangan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang semakin membaik semua peraturan ini dipandang tidak sesuai lagi. Reformasi dalam peraturan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah di Indonesia perlu dilakukan agar memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan hasilnya dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Daerah. Latar belakang reformasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah di Indonesia dewasa ini tidak terlepas dari pemberlakuan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

1 Marihot P Siahaan. 2005. PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hal. 1-2.

2 Abdul Kadir, 2007,

Pustaka Bangsa Press, Medan, hal. 1.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif

Otonomi di Indonesia

PendahuluanYXX3

2000. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 lahir sebagai upaya untuk

mengubah sistem pajak daerah dan retribusi daerah yang berlangsung di Indonesia, yang banyak menimbulkan kendala, baik dalam penetapan maupun pemungutannya. Adanya ketidakjelasan dalam penetapan objek pajak daerah maupun objek retribusi serta kemungkinan timbulnya pengenaan berganda telah mengakibatkan proses pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi ekonomi dan dinamika masyarakat. Oleh karena itu, lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 telah membawa perubahan dalam pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam perkembangan penerapan undang-undang tersebut, pemerintah dan DPR merasa perlu melakukan perubahan dan penyempurnaan seiring dengan perkembangan situasi perekonomian secara makro serta perubahan kondisi sosial politik, yang ditandai dengan semangat otonomi daerah yang semakin besar. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 lahir sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Pemberlakuan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan Pemerintah Daerah sebagai pihak yang menetapkan dan memungut pajak daerah dan retribusi daerah, tetapi juga berkaitan dengan masyarakat pada umumnya. Sebagai anggota masyarakat yang menjadi bagian dari daerah, setiap orang atau badan-badan yang memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan pajak daerah maupun yang menikmati jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah harus membayar pajak daerah atau retribusi daerah yang terutang. Hal ini menunjukkan pada akhirnya proses pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah akan memberikan beban kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah dengan jelas agar mau memenuhi kewajibannya dengan penuh tanggung jawab3. Sumber keuangan merupakan faktor utama dalam pelaksanaan otonomi daerah, karena tanpa adanya dana yang cukup, kemampuan dalam mengatur urusan rumah tangganya akan terganggu.

3 Marihot P Siahaan. 2005. . hal. 3.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif

Otonomi di Indonesia

PendahuluanYXX4

Pada dasarnya kewenangan dalam pengelolaan sumber keuangan dan jenis penerimaannya adalah tidak sama dengan objek penerimaan Pemerinta Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal ini terwujud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jenis pungutan pajak pusat dan pajak daerah. Kewenangan pengelolaan pungutan tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara yang tercantum dalam APBN dan komponen struktur penerimaan daerah yang tercantum dalam APBD baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dalam perkembangannya pada saat ini, pajak daerah terdiri dari berbagai jenis pajak yang terkait dengan berbagai sendi kehidupan masyarakat, demikian pula dengan retribusi daerah. Masing-masing jenis pajak daerah dan retribusi daerah memiliki objek, subjek, tarif, dan berbagai ketentuan pengenaan tersendiri, yang mungkin berbeda dengan jenis pajak daerah atau retribusi daerah lainnya. Di sisi lain, semangat otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia memungkinkan setiap daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota mengatur daerahnya sendiri, termasuk dalam bidang pajak daerah dan retribusi daerah. Konsekuensinya adalah mungkin saja satu jenis pajak daerah atau retribusi daerah dipungut pada suatu daerah tetapi tidak dipungut di daerah lainnya, selain itu kalaupun dipungut pada berbagai daerah, ternyata aturan yang diberlakukan tidaklah sama. Segala kondisi di atas memang dimungkinkan dalam pengenaan dan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Agar tidak membingungkan dan merugikan masyarakat, peraturan tentang pajak daerah dan retribusi daerah harus disosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat dipahami dengan jelas. Buku ini disusun dengan tujuan memberikan gambaran bagaimana pajak daerah dan retribusi daerah dapat menopang pembangunan di era otonomi di Indonesia. Dengan adanya sumber keuangan tersebut yang dalam praktiknya disebut sebagai sumber pendapatan daerah yang merupakan bagian dari pos sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), tentu Pemerintah Daerah diharapkan agar mampu mengelolanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif

Otonomi di Indonesia

PendahuluanYXX5

dengan baik sesuai dengan potensi yang ada. Bahwa pendapatan daerah sebagai sumber pembiayaan bagi Daerah, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat berfungsi sebagai sokoguru kelestarian otonomi daerah dan berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan daerah.

1.1. Sejarah Perpajakan

Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Rakyat ketika itu memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat, sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat4. Namun, dalam perkembangannya, kemudian sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya pemberian yang dilakukan rakyat kepada raja atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah, membangun sarana sosial lainnya seperti taman, serta kepentingan umum lainnya5. Bahwa setiap pembayaran dan kewajiban masyarakat kepada pemerintah adalah ibarat darah yang mengalir di urat nadi dalam tubuh manusia, yang menjadi sumber kehidupan. Hal ini tentu dalam

4 Richard Burton dan Wirawan B. Ilyas, 2001, Penerbit Salemba

Empat, Jakarta, hal. 1.

5 . Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif

Otonomi di Indonesia

PendahuluanYXX6

penyelenggaraan pemerintahan erat kaitannya dengan sumber dana yang diperoleh dari rakyat, yang dipungut berupa pajak daerah dan retribusi daerah. Oleh karena itu, sangat signifikan dan sinergi bahwa tanpa adanya sumber dana atau keuangan bagi pemerintah tentu tidak ada program pembangunan yang dapat dilakukan. Dengan adanya perkembangan suatu masyarakat, maka sifat upeti (pemberian) yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, selanjutnya dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Guna memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Adanya perkembangan masyarakat yang akhirnya membentuk suatu negara dan dengan dilandasi unsur keadilan dalam pemungutan pajak, maka dibuatlah suatu ketentuan berupa undang-undang yang mengatur mengenai bagaimana tata cara pemungutan pajak, jenis-jenis pajak apa saja yang dapat dipungut, harus membayar pajak, serta berapa besarnya pajak yang harus dibayar6. Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaan sehari-hari. Selain itu, undang-undang di atas ternyata dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan, lebih dari itu falsafah undang-undang dimaksud masih dibuat oleh dan untuk kepentingan penjajah Belanda7. Menyadari kondisi di atas, maka pada tahun 1983 pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang sifatnya lebih mudah dipelajari dan

6 . hal. 2-3.

7 . Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif

Otonomi di Indonesia

PendahuluanYXX7

dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan pajaknya dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem perpajakan yang semula dirubah menjadi

1.2. Pengertian Pajak

Istilah pajak baru muncul pada abad ke XIX di Pulau Jawa, yaitu pada saat Pulau Jawa dijajah oleh pemerintahan Kolonial Inggris tahun 1811-

1816. Pada waktu itu diadakan pungutan yang diciptakan oleh

Thomas Stafford Raffles, Letnan Gubernur yang diangkat oleh Lord Minto Gubernur Jenderal Inggris di India. Pada tahun 1813 dikeluarkan Peraturan bahwa jumlah uang yang harus dibayar oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya10. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa, yaitu³´ \DQJ EHUDUWL pungutan teratur pada waktu tertentu. berarti pungutan teratur terhadap hasil bumi sebesar 40 persen dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan kepada raja dan pengurus desa. Besar kecilnya bagian yang diserahkan tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan semata yang berkembang pada saat itu11.

Penduduk menamakan pembayaran itu atau

yang berasal dari bahasa Jawa ´´, artinya tetap. Jadi, atau diartikan sebagai jumlah uang tetap yang harus dibayar dalam jumlah yang sama pada tiap tahunnya12.

8 adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang

kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

9 adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

quotesdbs_dbs19.pdfusesText_25
[PDF] dasar hukum perkawinan pns

[PDF] dasco bureau des cours municipaux d'adultes

[PDF] dasen 03

[PDF] dasen caen

[PDF] dasen guyane

[PDF] dasen isere

[PDF] dasen versailles

[PDF] date acompte provisionnel tunisie

[PDF] date agrégation interne histoire 2018

[PDF] date bac francais 2017 bordeaux

[PDF] date bts design d'espace 2017

[PDF] date comprehension oral bac 2017

[PDF] date concours fastef 2016 2017

[PDF] date concours fastef 2017

[PDF] date concours idrac 2017